Selasa, 29 Maret 2016

Untuk Seseorang Di Sana

"Sudahkah terlalu lama kita berdiam?
Katamu akan hilang itu semua kelam
Namun tampaknya lukanya terlalu dalam
Padahal yang kau inginkan kenyamanan yang tak bermacam-macam
..."

Hening kemudian.

Ketika kau turun dari panggung, baru tepuk tangan kecil mengiringmu. Penonton tampaknya tak sadar bahwa bacaanmu telah selesai. Atau mungkin mereka menginginkan akhir cerita yang indah. Barangkali itu juga keinginanmu, namun apa daya.

Segelas air mineral menunggumu. Ya, sejak pertama kukenal kau seperti jatuh cinta pada minuman tak berasa itu.
Lelah seolah menghampirimu tiba-tiba. Wajahmu menjadi sangat berbeda dengan wajahmu saat kau berada di panggung tadi. Rangkaian kata selalu membuatmu memasuki dunia lain, seolah menyuntikkan mantra yang penuh dengan semangat dan kekuatan dari dunia yang tak pernah dilihat oleh manusia lainnya.

"Minumlah.."
Dalam sekejap segelas air dihadapanku berpindah ke kerongkonganmu yang putih dan selalu mempesona pria manapun.

"Kau bahkan tak menyapa dan menanyakan kabarku.", katamu sambil menuangkan kembali air ke dalam gelas.
Aku terdiam.
"Kau hanya menyuruh apa yang sebenarnya ingin kulakukan. Aku haus, kau menyuruhku minum. Aku lelah, kau sediakan kursi untukku. Aku rindu, kau hadir di depan mataku. Tapi mengapa kau tak pernah menyapaku? Tidakkah kau tahu itukah yang kuinginkan?"

Aku hanya tersenyum kecil.

"Mengapa kau kemari? Bukankah kau pernah berjanji bahwa takkan pernah hadir kembali? Oh iya, aku lupa, kau seringkali mengingkari apa yang kau katakan. Mengingkari karena yang kau katakan sebenarnya kebohongan. Tapi mengapa setiap kata bohongmu selalu diikuti dengan sinyal yang memberitahuku bahwa itu kebohongan. Itukah yang sebenarnya ingin kau katakan padaku?"

"Bicaralah!! Jangan kau hanya menjadi singa di tempat lain tapi menjadi pengecut di depanku. Bukankah kau yang selalu bilang bahwa manusia selalu harus bersuara. Manusia hanya boleh diam ketika menikmati hidup, bukan ketika dilahap oleh kehidupan dunia. Manusia sejatinya harus bersuara karena suara lah yang memberikan makna. Makna lah yang dapat memberikan jawaban atas setiap pertanyaan dalam hidup. Atau sudah lupakah kau atas ucapanmu sendiri?"

"Minumlah.."
"Hentikan! Aku tak mau kata itu keluar lagi. Jangan kau seolah terus-menerus membaca apa isi otakku. Aku tak mau mendengar apa yang ingin kulakukan."
Kau ambil kembali gelas itu dan kau minum perlahan-lahan. Tak berapa lama, kudengar irama nafasmu yang sudah sudah tenang.

Kuraih tangan kecilmu. Kuusap punggung tanganmu yang halus seperti sutera. Kutatap matamu dalam-dalam..
"Masih sederhanakah hidupmu?"

"Ingatlah bahwa aku masih berjalan dalam jalan yang sama. Aku tak pernah berubah. Ya, berubah itu pasti. Namun perubahanku adalah perubahan yang mengubah sekitarku, bukan sekitar yang mengubahku."
"Ketika haus, minumlah. Ketika lelah, duduklah. Ketika kau ingin berteriak, kau harus. Masih sesederhana itukah hidupmu? Atau serumit itukah rindumu? Sehingga menghalangi setiap keinginanmu? Sapa lah ketika rindu."

"Karena aku juga menginginkannya", kataku dalam hati seraya melangkah pergi.

Tidak ada komentar: