Rabu, 25 Mei 2016

Di Manakah Tuan Institusi Berada?

Pemberia gelar Honoris Causa memang hak yang dimiliki oleh universitas. Terlepas bagaimana status yang disandang oleh universitas, gelar yang diberikan tetap menjadi gelar kehormatan akademik yang diberikan kepada tokoh yang dipandang mempunyai peran besar bagi bangsa dan negara. Tak terkecuali, pemberian gelar HC kepada dua presiden periode yang lalu oleh dua kampus besar di Bandung.

Ketika pemberian gelar kepada Presiden ke-6 oleh ITB, banyak mata yang melihat ragu dan dahi mengkerut. Spanduk yang berisi pengumuman acara sebesar itu hanya terpasang sehari sebelum acara. Telinga-telinga kampus pun banyak yang mendengar suara miring dari peristiwa besar ini. Apa mau dikata, dua periode beliau berkuasa, pucuk-pucuk pimpinan kampus seolah menikmati peran dalam dunia pemerintahan, kalau tak mau dibilang dunia politik. Apakah itu menjadi bagian besar dari acara pemberian gelar? Barang tentu kita bisa melihat track record bagaimana tirani dua periode menguasi kampus ini. Bagaimana penentuan kebijakan kampus berhubungan dengan kebijakan pemerintah. Ya, memang kampus memang menjadi bagian dari kementerian yang berada dalam wilayah pemerintahan. Namun, tidak adakah pertanyaan yang terlintas apakah itu yang seharusnya menjadi sikap suatu institusi pendidikan. Institusi yang didalamnya kehormatan akademik seharusnya menjadi tonggak utama. Tonggak yang seolah berbicara bahwa kebenaran akademik boleh selalu diperbarui namun tidak boleh dibohongi.

Ketika pemberian gelar oleh Unpad kepada Presiden ke-5, inipun mengundang tidak sedikit pertanyaan. Berita sudah tercium, bahkan oleh media, semenjak beberapa minggu sebelumnya. Namun, suara-suara hati dari dinding kampus pun banyak yang berteriak. Bagaimana seorang tokoh yang pernah 'dikeluarkan' dari sebuah universitas dapat menerima gelar kehormatan tinggi dari universitas yang sama. Ketika pada jaman itu, beliau dikeluarkan oleh pihak kampus karena kuasa seorang ayah yang diturunkan secara paksa, maka bolehkah kita menilai dimanakah perlindungan sebuah institusi pendidikan terhadap keberpihakan seorang mahasiswa? Ya, memang intervensi besar diterima oleh kampus tersebut, namun bukankah saudara besarnya dapat sedikit dilindungi oleh kampus biru diseberangnya. Dan ketika saat ini, beliau menerima gelar kehormatan akademik tertinggi oleh universitas yang sama karena kiprah puluhan tahun yang memang dapat dirasakan oleh rakyat, bolehkah tetap ada pertanyaan mengapa pemberian gelar tersebut diberikan ketika beliau menjadi penguasa kembali, ketika menjadi pucuk pimpinan dari partai penguasa dan presiden saat ini. Bolehkah ada pertanyaan bagaimana institusi pendidikan bukan hanya menjilat masa lalunya sendiri namun juga menjilat penguasa negeri ini?

Bukanlah ada tersirat untuk meragukan kedua pemimpin negara tersebut. Keduanya telah terbukti dalam memerintah pemerintahan dan negara ini sesuai dengan caranya masing-masing. Serta pula telah terbukti menyatukan rakyat melalui demokrasi melalui definisi mereka sendiri pula.
Yang menjadi pertanyaan bukan kapasitas kedua tokoh besar tersebut yang diragukan, namun mengapa institusi pendidikan bukan menjadi goa suci yang didalamnya tersimpan kebenaran yang akan terus-menerus digali, kawah candradimuka dimana menjadi tempat tertinggi menggapai mimpi melalui perjuangan diri. Mengapa institusi penjunjung tinggi kebenaran dan kehormatan seolah-olah turut serta menjadi bagian dari para penjilat sang penguasa negeri, bukan menjadi tokoh terdepan penyuara hati rakyat melalui kebenaran akademik yang dianutnya? Jadi, dimanakah tuan institusi itu sesungguhnya harus berada?

Masihkah kita boleh bertanya demikian?

Tidak ada komentar: