Rabu, 06 Juli 2011

Sarinthol

Mencap mencep kemayune
Medok medok pupurane
Abang mbranang bengesane
Dandan diayok ayokke
Sarinthol lali bojone
Semakin malam, jam semakin menunjukkan bahwa hari akan segera berganti. Kali ini di ujung mata penuh dengan para gadis-gadis (tak ada hubungannya dengan arti 'masih gadis') yang tampak akan segera menuju tempat 'tuk habiskan malam mereka. Masih susah diterima dengan akalku ketika mereka habiskan hampir tiap malam mereka dengan bergoyang. Aku tak pernah menganggap mereka aneh, mungkin saja aku belum dapat merasakan apa yang mereka rasakan. Banyak diantara mereka yang sengaja habiskan malam dengan karamaian yang tak mereka dapatkan si lain tempat, atau banyak juga yang hanya ingin menikmati minuman atau banyak juga yang hanya ingin rasakan 'naik' tiap malam, meskipun tak sedikit juga yang penikmat musik yang datang untuk menikmati musik ajeb-ajebnya.
Megal megol kemayune
Mlakune digawe gawe
Sarinthol aduh manise
Ambune aduh wangine
Saiki lali bojone
Apapun itu yang mereka cari, yang lebih pasti adalah mereka harus dapat mendapatkan kebebasan mereka. Kebebasan yang bertanggung jawab. Tidak ada kebebasan yang tanpa tanggung jawab. Tanggung jawab terhadap diri, sekitar, dan pasti terhadap yang empunya kita. Sangat disayangkan ketika orang sering habiskan malam mereka tapi tak tahu apa yang mereka cari, mereka hanya ikut-ikutan tapi tak dapatkan soul-nya. Atau mereka menikmati semua itu tapi tak bisa bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, dia tak tahu asal usulnya. Penipuan terhadap diri sendiri.
Thol sarinthol
Mbok yho eling ling ling ling
Mbok eling asal usulmu
Thol sarinthol
Ojo ngono no no no
Bareng kenal lampu disco
Karena kita hidup bukan hanya untuk kita saja, tetapi tanggung jawab atas hidup ada di tiap kita.
Rambutmu biyen sak bokong saiki malah dipotong
Sarinthol mulih ko salon
Dandan menor moblong moblong
Sarinthol sobone disco gedhek-gedhek gela gelo

*makasih om Didi Kempot

Sabtu, 02 Juli 2011

Ketika Kangen Itu Datang..

Melepas penat pantat ini yang tampaknya sudah terlalu banyak duduk di kantor memang lebih enak kalo sambil lakuin hal-hal yang udah lama ngga kita lakuin. Sebenernya paling enak kalo pulang ke rumah. Suasana tempat nongkrong manapun, yang paling pewe beeuutt pun (kek bahasa anak gaol), pasti kalah lah sama suasana rumah yang tak tergantikan. Namun itu tak memungkinkan kali ini. Musim liburan anak sekolah ini menghalangi kepulanganku ke Solo kali ini, tiket habis sampe lima hari ke depan. Tahpapa..

Malam ini, ketika suasana Bandung di luar sana sedang padat dengan berbagai tingkah malam minggu dan mobil Jakarta yang bikin tambah macet, kayanya paling enak kalo baca buku sambil ngopi di kosan. Ya, di kamar kecil ini pun tampaknya kesegaran itu dapat dihadirkan. Hmm.. kalo dipikir-pikir sekarang, tampaknya memang banyak hal yang sudah lama tak kulakukan dan terkadang hal-hal itu bikin aku kangen. Kangen dengan banyak hal, namun banyak juga dari hal-hal itu yang memang sudah tak dapat kulakukan lagi. Yah, ada harga yang harus dibayar untuk tidak melakukan beberapa hal yang kita sukai. Namun percayalah kalau masih banyak hal-hal menarik yang belum pernah kita coba dan sedang menunggu kita untuk mencobanya.

Sudah lama juga waktu berlalu, dan tampaknya aku sudah lama tak melakukan hal-hal menarik. Waktu yang berlalu sangat cepat ini sudah bikin aku kangen dengan yang namanya joging, kambing soen, blitz, dan oh la la di malam hari. Sudah lama itu semua berlalu dan memang tidak akan lagi kulakukan itu semua. Masih dapat kulakukan hal-hal itu masing-masing, namun tak dapat kulakukannya secara bersama. Tidak dapat lagi. Waktu, tempat, dan (terutama) gengsi memang sudah terlalu besar untuk melakukan itu semua. Hahaha..

Namun itulah yang kubilang tadi, ada saatnya kita tidak dapat melakukan hal-hal yang kita suka. Terkadang kita tidak dapat melakukan hal yang kita suka karena kita harus melakukan hal yang kita harus lakukan. Sama hal nya ketika memilih untuk tidak dapat menuju puncak abadi para dewa karena memang ijin bos besar yang tidak memungkinkan dan karena memang sepertinya itu bukan jatahku. Aku sudah membuktikan bahwa nyali dan keinginanku memang besar, dan semuanya itu sudah kubuktikan. Dan semua pembuktian itu sudah aku rencanakan dan aku lakukan. Inilah pembuktian itu. Puncak abadi para dewa bukan arena pembuktianku dan juga bukan hal yang masuk dalam rencanaku, itulah alasan ketika aku harus memilih untuk naik atau tidak meskipun aku sangat ingin menikmatinya.
Hidup adalah pilihan dan konsekuensi (atas pilihan tersebut).

*tampaknya sekarang waktunya untuk menyelesaikan akhir dari tetralogi :)