Senin, 24 Maret 2014

Kembalikan Negeri Kita!!!



Apakah kita muak dengan kondisi negara kita? Apakah kita sudah jenuh dengan kebohongan dan hanya bisa menggerutu? Atau kita sudah tidak peduli? Kalau boleh jujur, kubilang untuk kalian semua: TERSERAH!!!
Mengapa 'terserah'? Karena kupikir kita semua punya suara untuk menentukan nasib bangsa kita. Namun, sekali lagi namun, untuk kita bisa ngomong terserah pun, kita harus tahu mengapa kita bisa bilang terserah. Tanpa dasar (atau keinginan untuk berpikir), kita hanya seonggok daging berselimut ego.

Pembangunan negara selalu indentik dengan pembangunan infrastruktur, meski itu bukan satu-satunya tolok ukur dan tentu tidak dapat berdiri sendiri tanpa faktor lainnya seperti ekonomi, politik, kebudayaan, dan lain sebagainya. Carut marut kondisi pembangunan di negara ini sudah barang tentu menjadi cerminan pengelolaan yang carut marut juga tentunya. Salah seorang profesor bahkan setiap kali berbicara dihadapan petinggi negeri selalu berkata bahwa solusi dari memperbaiki infrastruktur di Indonesia adalah pertobatan. Jika hendak ditarik lebih jauh lagi, tampaknya pernyataan itu tidak salah dan tentu saja berkaitan erat dengan kondisi pemerintah yang mengelolanya.



Ditilik dari berbagai sudut, kondisi infrastruktur sangat dipengaruhi oleh perencanaan yang matang. Satu hal itu yang tampaknya lepas dari genggaman kita. Meski banyak perencanaan yang sudah disusun dalam jangka pendek, menengah, dan panjang; namun jika benar ditelaah lagi, perencanaan yang dimaksud itu adalah perencanaan program sesuai jangka waktu yang ditetapkan diatas, bukan perencanaan yang didasarkan oleh ilmu pengetahuan. Seharusnya, perencanaan berjangka harus didasarkan pada basis keilmuan. Selama ini yang terjadi di Indonesia lebih banyak perencanaan didasarkan pada kebutuhan. Ya, memang harus berdasar kebutuhan namun kebutuhan yang seperti apa. Terlebih, sangat tipis batas antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan yang tidak ditunjang dengan keilmuan akan menghasilkan malapetaka. Sebagai contoh, jika seorang awam diminta seseorang untuk menolong dia menyembuhkan tangan yang terkilir, apakah kita berani? Tentu tidak, meski orang tersebut sangat membutuhkan bantuan tetapi tanpa ilmu yang cukup malah akan memperparah cedera.

Selanjutnya adalah proses pelaksanaan pembangunan yang tidak didukung dengan kemampuan terbaiknya. Secara teknis, sebenarnya negara ini penuh dengan orang-orang pintar yang juga berdedikasi terhadap pembangunan namun mereka tersisih dalam persaingan yang amburadul sehingga banyak yang menjadi pengambil keputusan adalah orang-orang kotor yang memenangkan persaingan dengan cara kotor pula. Yang terjadi kemudian adalah pengambil keputusan itu yang menentukan kualitas pembangunan di negara ini. Inilah kondisi pemerintah kita sekarang.

Jangan pernah menyalahkan dan mempertanyakan mengapa orang-orang yang baik dan pintar itu tersisih. Kalau kita tak pernah merasakan kondisi di dalam struktur dan bagaimana mereka berjuang sebagai minoritas, kita tak pernah tahu beratnya perjuangan mereka dan helaan nafas setiap kali suara mereka hanya berakhir di perintah atasan, paling jauh pun hanya berhenti di gebrakan meja dari suara sang idealis. Mereka adalah orang-orang yang akan muncul ketika pemimpin di negeri ini adalah pemimpin yang berhati bersih dan memberikan kompetisi yang jujur terhadap sistem dibawahnya; mereka akan muncul pada saat itu. Selain itu juga, masih banyak orang-orang yang sebenarnya ingin merubah keadaan namun jalan yang mereka tempuh adalah menjadi partikel bebas yang terus menyuarakan kebenaran di sudut-sudut ruang gelap. Sekali kita memanggil, mereka akan bergerak keluar secara serentak.

Kondisi carut marut yang penuh dengan tangan kotor itu dipengaruhi oleh banyak hal, KKN salah satunya. Akar permasalahan ini tentu saja karena warisan sistem pemerintahan kita yang sepertinya dirancang supaya setiap manusia didalamnya hanya bergantung pada perintah atasan. Celakanya, perintah atasan itu bukan hanya perintah yang didasarkan pada perencanaan keilmuan, hampir seluruhnya didasarkan pada keinginan sang penguasa semata. Terlebih, rekayasa sistem pemerintahan yang terkait gaji, kesejahteraan, dan etika kerja pun sangat mendukung warisan tersebut.

Menjadi pertanyaan lanjutan adalah apakah kondisi tersebut tidak dapat diubah? Tentu saja bisa, namun ini menjadi tugas utama seorang pemimpin negara yang akan segera kita pilih pada tahun ini. Kunci utama yang harus dibawa adalah pertobatan nasional.



Mengubah kondisi infrastruktur yang sudah semakin parah ini hanya dapat dilakukan dengan dua dasar, yaitu: keilmuan dan pemberantasan korupsi.

Dalam hal keilmuan, perencanaan berjangka dan pembangunan harus didasarkan pada keilmuan yang berintegrasi. Banyak ilmuwan, akademisi, dan profesional yang dapat menyumbangkan pikiran mereka dalam proses ini. Mereka yang selama ini hanya menjadi 'narasumber' para pengambil kebijakan dapat diberikan peran yang lebih banyak lagi. Dengan proses yang profesional pula, tentunya mereka dapat menentukan arah pembangunan berdasarkan keilmuan yang ada. Yang menjadi fokus kemudian adalah mereka yang dipilih haruslah mereka yang benar-benar berdedikasi untuk keilmuan. Tak dapat disangkal bahwa kondisi bangsa yang berpuluh tahun dikelabui warisan buruk dari rezim terdahulu sudah menunjukkan dampaknya pada oknum-oknum di dunia keilmuan.

Keilmuan harus juga menjadi dasar bagaimana suatu sistem organisasi dapat dibentuk. Jika menentukan perencanaan sudah tepat sesuai dengan keilmuan, maka organisasi juga mengikuti bagaimana perencanaan tersebut dapat dilaksanakan sehingga penentuan sistem organisasi dapat dibuat seramping mungkin dan dengan beban kerja yang sudah terukur dengan sangat jelas dan terencana hingga jangka waktu yang panjang. Keefektifan dan keefisiensian dari organisasi akan sangat menentukan bagaimana perencanaan dapat tertuang menjadi pelaksanaan.

Dalam hal pemberantasan korupsi, beberapa langkah strategis harus dilakukan. Salah satu yang harus diprioritaskan adalah gaji pemerintah. Bagaimana bisa gaji seorang yang mengemban tanggung jawab besar atas pembangunan infrastruktur malah sangat kecil? Tentu bukan berarti gaji nya harus sangat besar namun yang menjadi persoalan adalah bagaimana gaji tersebut dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan jabatannya. Kunci dari sistem gaji ini sangat dapat didasarkan dengan penggajian berdasarkan sistem nilai. Harus ada formulasi yang dapat menentukan gaji seseorang sesuai dengan kapasitas dan tanggung jawabnya. Tidak mudah memang, namun inilah yang harusnya dapat menjadi kunci utama keberpihakan terhadap setiap manusia yang menjadi abdi pemerintah. Jika belakangan ini sering kita dengar bahwa pemimpin negeri yang sekarang berkata tentang gajinya yang sangat kecil, kupikir ini yang agak lucu. Kupikir, rakyat Indonesia pun tak akan peduli kalau gaji seorang pemimpin (misal) 3 milyar per bulan JIKA dapat menyelesaikan banyak masalah yang terjadi, jika dapat mensejahterakan rakyatnya; daripada selalu mengeluarkan keluhan hanya digaji sekitar 60 juta namun tetap saja tidak terasa perubahan yang berarti di negeri ini.

Hal selanjutnya yang harus menjadi perhatian, ketika sistem penggajian sudah tertata dengan baik harus ada sistem hukuman yang dilaksanakan. Sistem hukuman ini merupakan konsekuensi logis dari gaji besar yang sudah diterima. Setiap ada kesalahan atau kerugian negara dalam hal pembangunan harus ada hukuman yang sangat berat yang harus diterapkan, hukuman paling berat di negeri ini pun harus menjadi salah satu hukuman yang dapat diterapkan dalam pemberantasan korupsi (hukuman mati). Ini adalah kunci dan bukti bahwa kita tidak main-main untuk mengelola negara ini. Negara ini tidak bisa dikelola oleh otak yang hanya berkisar soal mengisi dompet, perut, dan selangkangan saja. Ketika kesejahteraan dan gaji sudah dijamin secara pasti tidak akan ada pembenaran yang dapat dikemukakan atas setiap kesalahan.
Pemerintahan yang kuat akan menjadi motor utama pengembalian kondisi infrastruktur di negeri kita ini.



Bukan hal mudah untuk memulai gerakan perjuangan ini. Tidak lah mudah mengembalikan kondisi infrastruktur yang sudah amburadul di berbagai sisi. Namun bukan pula perkara yang mustahil untuk dilakukan. Semua dapat dimulai dengan sosok pemimpin yang mau berubah bangsa dan negara ini. Jika seorang pemimpin bersih dapat muncul dan berteriak ke segala arah, para manusia 'diam' dan mempunyai 'hati' untuk bangsa ini pun akan keluar dari sudut gelap bersama masyarakat.
Jadi, masihkah kita yakin untuk terus berteriak dan berjuang mengembalikan negeri kita menjadi kembali makmur? Tentu saja. Ayo, Kembalikan Negeri Kita!!!

Sabtu, 15 Maret 2014

Setengah Langkah

Akhirnya..

waktu yang dinanti oleh banyak orang telah datang. Sang Ibu memberikan mandat kepada 'anak'nya untuk berjuang menjadi pemimpin negeri ini.

Kali ini kali kedua kebangkitan. Setelah yang pertama menjadi gerakan perlawanan atas rezim penguasa puluhan tahun dan yang kedua menjadi oposisi atas dua kali masa pemerintahan dari pemerintah autopilot (seperti yang dikemukakan banyak media dan pengamat, 2012). Euforia pada kebangkitan pertama ditandai dengan ketidaksiapan penuh menjadi penguasa. Berbagai masalah di kondisi yang kacau tidak dapat diselesaikan dengan kapasitas yang dipunyai. Banyak yang diperbaiki namun banyak pula yang belum tersentuh.

Kali ini cerita itu berubah. Menjadi kubu yang tidak turut berkuasa atas pemerintahan, masa ini dilakukan dengan membangun diri terus-menerus untuk tetap menjadi wadah atas kuasa rakyat. Dalam proses berdiam diri inilah membentuk diri dan membangun kapasitas terus dilakukan dengan menjadikan rakyat atas tuannya dan membentuk kader terbaik sebagai wakil dari rakyat.

Kebangkitan kedua ini dirasa sangat pantas. Partai yang membangun diri dan terus berjuang untuk rakyat bukanlah musuh dari bangsa. Dia yang dimiliki oleh rakyat seharusnya akan terus memperjuangkan kepentingan rakyat dan bangsa. Penunjukan kader terbaik untuk mewakili rakyat menjadi pemimpin atas negara ini pun harus dilakukan. Memang kekuasaan yang diinginkan, namun bukan kekuasaan atas partainya saja, juga kekuasaan penuh rakyat.

Pemberian mandat kepada sang anak masih merupakan setengah langkah. Setengah langkah lagi yang diperlukan adalah menunjukkan bahwa kebangkitan ini juga didukung oleh kapasitas besar yang telah lama disiapkan. Bukan hanya satu anak ini saja yang akan berlari namun juga akan didukung dengan anak-anaknya yang lain, yang siap berlari untuk memberikan perubahan bagi negeri dan bangsa ini hingga seluruh rakyat dapat tegak berdiri menyongsong sang fajar penuh harapan.


...bahwa terus mendengar suara paling senyap sekalipun.
...bahwa terus membuka mata untuk melihat derita rakyat dan berjuang untuk rakyat.
...bahwa terus mengasah nurani dan akal sehat untuk menemukan jalan keluar dari permasalahan yang timbul.
...bahwa mendengar, melihat, peduli, dan tetap berada di setiap detak kegalauan rakyat.
(Megawati Soekarno Putri)