Kamis, 21 April 2011

Si Anggrek dan Sang Pengampun

Setiap kali melihatmu, sebenarnya aku tak tahu harus berbuat apa. Aku hanya tahu kalau rasa sakit hati itu akan kembali muncul setiap melihatmu. Berulang kali muncul selalu aku coba untuk tak hiraukan dan kembali memadamkannya. Tapi selalu saja dia kembali..

Ada satu kali aku baca tentang sebuah rasa memaafkan bagi sesama kita. Saat kubaca pertama kali, aku teringat padamu dan itu menyadarkanku akan pentingnya sebuah pengampunan. Kesadaran akan pengampunan.
...

BUKAN UNTUK MARAH..

Ada seorang tuan menyukai bunga anggrek. Pada suatu hari ketika hendak pergi berkelana, dia berpesan kepada bawahannya, harus hati-hati merawat bunga anggreknya.

Selama kepergiannya, bawahannya dengan teliti memelihara bunga-bunga anggrek tersebut. Namun, pada suatu hari ketika sedang menyiram bunga anggrek tersebut, tanpa sengaja menyenggol rak-rak pohon tersebut sehingga semua pohon anggrek berjatuhan dan pot anggrek tersebut pecah berantakan dan pohon anggrek berserakan.

Para bawahannya yang sangat ketakutan, bermaksud menunggu tuannya pulang dan meminta maaf sambil menunggu hukuman yang akan mereka terima.

Setelah sang tuan pulang mendengar kabar itu, lalu memanggil para bawahannya, dia tidak marah kepada mereka, bahkan berkata, "Saya menanam bunga anggrek, alasan pertama adalah untuk dipersembahkan kepada org yg suka melihatnya, dan yang kedua adalah untuk memperindah lingkungan di daerah ini, bukan demi untuk marah saya menanam pohon anggrek ini."

Perkataan tuan ini sungguh benar, "Bukan demi untuk marah menanam pohon anggrek."

Dia bisa demikian toleran, krn walaupun menyukai bunga anggrek, ttp di hatinya tdk ada rasa keterikatan akan bunga anggrek. Oleh sebab itu ketika dia kehilangan bunga-bunga anggrek tsb, tidak menimbulkan kemarahan dlm hatinya.

Sedangkan kita dlm kehidupan kita, sering terlalu banyak kekhawatiran, terlalu peduli pada kehilangan & memperoleh, sehingga menyebabkan keadaan emosi kita tidak stabil. Kita merasa tdk bahagia.

Maka seandainya kita sedang marah, kita bisa berpikir sejenak,
"Bukan demi marah menjadi sahabat."
"Bukan demi marah menjadi suami istri."
"Bukan demi marah melahirkan dan mendidik anak."
Maka kita bisa mencairkan rasa marah & kesusahan yang ada dalam hati kita & berubah menjadi damai.

Sahabat....

Setelah membaca artikel ini, ketika hendak bertengkar dengan keluarga,istri/suami saudara,
sahabatmu,ingatlah perjumpaan kalian,bukan demi untuk rasa marah..

Aku sadar dan bisa untuk mengampuni apa yang orang lain lakukan untuk ku. Namun tak tahu aku mengapa sakit itu kerap kali muncul. Tak mudah untuk melupakan, aku tahu itu. Namun bukan hanya melupakan dan memaafkan, aku juga ingin menyelesaikannya.


"...dan ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni orang yang bersalah kepada kami."
-satu hari menjelang peringatan akan Dia yang mengorbankan diri di atas salib sehingga pengampunan terbesar ada untuk ku dan dunia ini-

Kamis, 14 April 2011

Dit.. Sekarang Aku Tahu..

Saat itu baru sehari aku punya kuya. Dan belum sehari mereka kulantik, kau sudah mengeluarkan amarahmu pada seorang dari mereka. Aku tahu apa yang kau maksud dan aku sangat paham apa yang kau ingini. Tentang bagaimana kaderisasi berjalan adalah banyak kesamaan anatara aku dengan kau.

Semalam aku berbincang dengan seseorang yang kuyanya dari angkatan kuya yang pernah kena amarahmu itu. Dan semalam adalah malam dimana aku sangat emosi. Dia berkata, "Mau diapakan juga, organisasi ini tak akan berubah."
Bolehkah aku marah?

Memang jaket itu sudah bukan bagian dari kulitku, tapi darah ini yang telah dibentuknya takkan pernah berhenti mengalir.

Aku tahu, Dit.. Aku tahu sekarang.. Aku tahu apa yang kau rasakan saat itu..
Darah ini bergejolak saat orang itu merusak apa yang telah kita perjuangkan dahulu..
Ingin rasanya kuhajar orang itu.. (disaat-saat ini aku teringat kau, Dit..)
Tapi kalau kau berurusan dengan seorang wakil dari angkatan mereka, kali ini aku berurusan dengan pemimpin kita saat ini..
Pemimpin saat ini berkata seperti itu dan (dengan bangganya) hendak membawa kita semua ke jurang kehancuran.
Mungkin yang kau rasa dahulu seperti yang aku rasa saat ini, ingin rasanya ku non him kan orang itu. Tak layak dia menjadi bagian dari kita, apalagi menjadi pemimpin kita..

Bolehkah aku marah, Dit?