Jumat, 17 Februari 2012

Ego Sebuah Pinta

Malam ini, tepat ketika suhu dingin sisa hujan sepanjang hari tadi tergantikan dengan udara malam yang juga dingin menusuk hingga ke tulang. Meski sama-sama dingin namun dingin keduanya beda. Jangan tanya kenapa, aku hanya ingin ungkap yang kurasakan.

Berlindung dibalik tebalnya jaket dan penutup kepala kesayanganku, aku merasakan ada kehangatan di dalam pikirku. Aku tahu bahwa lama kita tak bersama. Bukan tanpa alasan aku pergi. Aku tahu yang kulakukan meski sebenarnya aku berharap tak melakukannya. Aku menunggu maafmu, bahkan hingga saat ini. Namun apa daya, tak semua keinginan manusia dapat menjadi nyata dan tak semua manusia juga dapat (berani) melakukan apa yang dipikirkannya. Karena sejatinya kita adalah makhluk berdosa yang enggan mengakui kesalahan meski tahu bagaimana kebenaran itu harus ditegakkan. Butuh tekad ekstra untuk hal itu.

Saat ini aku tahu bahwa berat sangatlah beban yang kau pikul. Tekanan senantiasa bertambah dalam kenyataan di depan matamu. Aku tahu terkadang kau rasa sendiri, dan aku tahu kau butuhkan keberbagian. Namun kali ini aku tak dapat membantu. Bukan karena tak mau tapi kurasa aku tak bisa untuk berbuat banyak tanpa tahu bahwa perbuatan yang kulakukan itu berguna bagi sesama. Kali ini aku hanya menunggu pintamu. Jangan ragukan sedikitpun tentang kepercayaan dan kesetiaanku. Barangkali aku hanya takut; akan diriku, kau, atau bintang yang melihatku jauh diatas sana.

"Mintalah, maka akan kau dapatkan..
*egoku bukan hanya untuk kepentinganku, untuk mu juga. barangkali juga ini bukan ego.*

Selasa, 07 Februari 2012

Bukankah Kita Masih Berbudaya?

Pernah aku terpikir, ketika aku masih ada di rumah, bahwa kalau aku kuliah nanti dan kos sendiri, aku bisa melakukan banyak hal tanpa ada yang melarang. Aku bisa pulang malam semalam-malamnya tanpa peduli tetangga, bisa makan dengan cara apapun, bisa pergi dan pulang rumah tanpa permisi, bisa ngomong apapun seenak jidat dan banyak hal yang mungkin bisa kulakukan tanpa peduli orang sekitarku. Namun apa yang terjadi? Ternyata kehidupanku tidak jauh berbeda. Memang aku bisa pulang kapanpun, bisa ngomong apapun, bisa melakukan apapun; tapi ternyata tetap aku harus peduli dengan sekitarku. Tak bisa aku pergi pulang tanpa permisi dengan ibu kos atau tanpa menyapa teman kos ketika bertemu mereka atau tak bisa aku tak pedulikan mereka yang berada disampingku. Entah itu karena disebut ajaran atau kebiasaan, tapi kusadari itulah nilai yang pernah kudapat dan diberikan kepadaku. Itulah budaya bagiku.

Tatkala saat ini sedang berlangsung masa dimana orang banyak tak peduli dengan asal muasal, silsilah nenek moyang atau aturan keluarga; sedikit banyak aku sedih dengan kondisi itu. Banyak yang berpikir kita hidup di jaman modern, yang menonjolkan kemampuan individu yang dipunyai, dan karya mandiri yang membuat satu nama kita dikenang oleh banyak orang. Mereka yang sebagian berkata bahwa jaman telah berubah. Dahulu menjadi tren bahwa makan ngga makan asal kumpul, slogan dimana kekuatan bersama digalang melalui rasa emosional bersama; dan sekarang semua berubah ketika orang harus mempunyai kompetensi diri untuk dapat menggapai semua impiannya. Tak peduli bagaimana perangai terhadap sesamanya, asal dia berkompeten dan menghasilkan karya, dia bisa menjadi manusia besar. Entah mana yang benar. Namun satu hal yang perlu digarisbawahi, bahwa kita ada karena ada keluarga yang menurunkan semuanya kepada kita, termasuk budaya. Memang terkadang ada yang merasa tak diturunkan apa-apa oleh keluarganya, namun itulah yang telah diturunkan, itulah budaya yang diberikan. Mengenai benar atau salah, itulah yang harus kita pikirkan dari sebuah kebudayaan. Kebudayaan dan peradaban harus selalu maju terus dan budaya akan selalu berkembang secara bersama-sama, bukan secara individu.

Ketika yang muda tak mau menghormati yang tua, karena merasa benar bahwa jaman saat ini adalah jaman yang diberikan padanya. Atau ketika yang tua tak mau mendengar kebenaran dari yang muda hanya karena kemudaannya. Maka semuanya ini menjadi suatu kemunduran dari suatu budaya dan peradaban suatu komunitas, terlebih bagi suatu bangsa.

Kita tak bisa menentukan dimana dan oleh siapa kita lahir. Terlebih tak bisa pula kita tentukan nilai apa yang diberikan pada kita. Namun kita diberikan budaya, nilai, dan tanggung jawab. Kita diberikan akal dan rasa sebagai manusia sebagai bagian dasar dalam penentuan kemajuan atas nilai dan budaya yang kita dapatkan.


*ditulis sebagai bagian perenungan kondisi saat ini sebagai bagian dalam proses penerima budaya bagiku dan penerus budaya dari seorang ibu yang senantiasa memperjuangkan pendidikan dan kebudayaan bagi keluarga, sekitar, dan bangsa. Selamat atas penghargaannya, Mi!! :)