Rabu, 02 Juli 2014

Kita Tak Bisa Berhenti Sekarang, Kawan..

Memahami mata yang kaupejam
adalah pulau yang jauh di ufuk timur
Matahari.. matahari..
Oo.. Oo..

Kita yang masih bertani
Berdiri menatap matahari
Menitip mati, Melumat sepi
Esok pagi. Revolusi...
(Mukti Mukti, Menitip Mati)


Beratus kali aku mendengarnya namun tetap saja aku tak sanggup untuk menahan perasaanku. Tiap kali mendengarnya pasti akan ada gejolak yang terus menerus menggelora.
Kali ini bukan abangku J yang menyanyikannya. Asal kau tahu, tiap kali dia menyanyikan lagu ini saat duduk sendirian di seberang jalan di tengah malam, hatiku selalu bergidik. Aku merindukannya.
Suara Mukti Mukti melalui streaming, jauh dari kota dimana aku mendengarnya dulu, juga tak mengurangi gejolak yang dulu pernah ada.
Dia berkata: Revolusi!!

Kupikir bukan perkara mudah bagi dia untuk berkata demikian. Bukan seperti seorang muda yang baru membaca beberapa buku dan berteriak 'revolusi'. Dia pasti lebih dari itu. Entah mengapa, hatiku selalu berkata bahwa dia menyanyikannya dengan hati. Ketika seorang manusia berakal meneriakkan suara hatinya, dia bukan lagi menjadi bagian dunia ini tapi dia juga menjadi bagian dari perubahan atas dunia ini.

Kita dulu menuntut atas perubahan..
Kita ingin perubahan dan kita memperjuangkannya. Ingatlah. Kita yang dulu berjuang sendiri. Kita yang dulu menangis sendiri. Berjuang bagi apa yang kita lihat benar dan menangis untuk apa yang kita lihat salah. Kesendirian atas proses perjuangan dan perih yang kita hadapi tidak akan pernah padam. Namun, kali ini kita tak akan dituntut untuk berjuang sendiri..

Ketika kau bertemu kawan yang mau berjuang bersamamu, kau takkan sanggup menolaknya.
Ini bukan perkara kau mampu dan mau berjuang sendiri, namun kesadaran bahwa perjuangan sekumpulan orang pasti lebih menimbulkan efek yang lebih besar dibanding perjuangan masing-masing.
Ketika ikatan hati telah menjadi satu, kau takkan sanggup menolaknya.
Ketika seorang pejuang bertemu pejuang lainnya, kau akan mengetahuinya dan takkan sanggup menolak untuk berjuang bersama.

Kali ini aku telah mendapatkan seorang kawan.
Kawan yang mau berjuang bersama untuk menuntut perubahan.
Perubahan atas kondisi yang kita keluhkan selama ini.
Dan aku menyadari bahwa perubahan itu akan semakin cepat menjadi kenyataan ketika kita berjuang bersama.
Kau takkan sanggup menolaknya.
Karena dia juga telah berteriak, "Revolusi!!!"

Saat ini perubahan itu telah datang.
Kau yang menuntut perubahan, takkan bisa menghentikannya.
Ketika dahulu kakimu telah melangkah, sekarang saatnya menancapkan kakimu dalam-dalam.
Kali ini, kau hanya dapat meneruskannya. Meneruskannya dengan terus berjuang bersama.
Hai, kawan! Jangan takut dan jangan surut!!
Bukankah dulu kita pernah berkata seperti itu. Takut hanya milik pengecut. Kalah dan menang tak ada dalam kamus pejuang. Dan rasa lelah hanya milik pihak yang lemah.
Kita tak bisa berhenti sekarang, kawan..
Ingat. Kita hanya berhenti ketika kita telah mencapai tujuan, bukan karena rasa lelah.

Ingatlah, kawan..
Dahulu kita punya tangis yang tak pernah berhenti atas negeri ini.
Namun..
Bukankah kita semua juga punya mimpi.
Bukahkah kita semua juga punya hati.
Sekarang inilah saatnya kita menangkan Revolusi!!

Salam dua jari.
Revolusi Mental.

Berlin, 1 Juli 2014.

Tidak ada komentar: