Melepas penat pantat ini yang tampaknya sudah terlalu banyak duduk di kantor memang lebih enak kalo sambil lakuin hal-hal yang udah lama ngga kita lakuin. Sebenernya paling enak kalo pulang ke rumah. Suasana tempat nongkrong manapun, yang paling pewe beeuutt pun (kek bahasa anak gaol), pasti kalah lah sama suasana rumah yang tak tergantikan. Namun itu tak memungkinkan kali ini. Musim liburan anak sekolah ini menghalangi kepulanganku ke Solo kali ini, tiket habis sampe lima hari ke depan. Tahpapa..
Malam ini, ketika suasana Bandung di luar sana sedang padat dengan berbagai tingkah malam minggu dan mobil Jakarta yang bikin tambah macet, kayanya paling enak kalo baca buku sambil ngopi di kosan. Ya, di kamar kecil ini pun tampaknya kesegaran itu dapat dihadirkan. Hmm.. kalo dipikir-pikir sekarang, tampaknya memang banyak hal yang sudah lama tak kulakukan dan terkadang hal-hal itu bikin aku kangen. Kangen dengan banyak hal, namun banyak juga dari hal-hal itu yang memang sudah tak dapat kulakukan lagi. Yah, ada harga yang harus dibayar untuk tidak melakukan beberapa hal yang kita sukai. Namun percayalah kalau masih banyak hal-hal menarik yang belum pernah kita coba dan sedang menunggu kita untuk mencobanya.
Sudah lama juga waktu berlalu, dan tampaknya aku sudah lama tak melakukan hal-hal menarik. Waktu yang berlalu sangat cepat ini sudah bikin aku kangen dengan yang namanya joging, kambing soen, blitz, dan oh la la di malam hari. Sudah lama itu semua berlalu dan memang tidak akan lagi kulakukan itu semua. Masih dapat kulakukan hal-hal itu masing-masing, namun tak dapat kulakukannya secara bersama. Tidak dapat lagi. Waktu, tempat, dan (terutama) gengsi memang sudah terlalu besar untuk melakukan itu semua. Hahaha..
Namun itulah yang kubilang tadi, ada saatnya kita tidak dapat melakukan hal-hal yang kita suka. Terkadang kita tidak dapat melakukan hal yang kita suka karena kita harus melakukan hal yang kita harus lakukan. Sama hal nya ketika memilih untuk tidak dapat menuju puncak abadi para dewa karena memang ijin bos besar yang tidak memungkinkan dan karena memang sepertinya itu bukan jatahku. Aku sudah membuktikan bahwa nyali dan keinginanku memang besar, dan semuanya itu sudah kubuktikan. Dan semua pembuktian itu sudah aku rencanakan dan aku lakukan. Inilah pembuktian itu. Puncak abadi para dewa bukan arena pembuktianku dan juga bukan hal yang masuk dalam rencanaku, itulah alasan ketika aku harus memilih untuk naik atau tidak meskipun aku sangat ingin menikmatinya.
Hidup adalah pilihan dan konsekuensi (atas pilihan tersebut).
*tampaknya sekarang waktunya untuk menyelesaikan akhir dari tetralogi :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar